Tim dokter ahli bedah dari KBSC yang sedang melakukan live surgery pada pasien penderita HFS dengan teknik operasi lubang kunci di RS National Hospital, Kamis (19/9/2019).

KANALSATU - Teknologi di bidang kedokteran terus berkembang dengan pesat. Jika dulunya operasi yang berkaitan dengan saraf otak dilakukan dengan pembukaan batok kepala, sekarang tidak lagi.

Melalui teknik lubang kunci atau keyhole surgery, operasi cukup dilakukan dengan membuat lubang kecil diameter satu sentimeter di belakang telinga pasien. Hal ini ditunjukkan tim dokter ahli bedah saraf dari Kortex Comprehensive Brain and Spine (KBSC) yang melakukan live surgery bedah saraf terhadap pasien bernama Herlina (30), penderita Hemifacial Spasm (HFS) atau wajah merot dari Manokawari, Papua, di National Hospital, Surabaya, Kamis (19/9/2019).

HFS terjadi karena perlengketan antara saraf nomor tujuh yang berfungsi mengatur gerakan wajah dengan pembuluh darah pada otak. "Akibatnya gerakan pada wajah menjadi tidak terkendali, wajah pasien menjadi merot," kata anggota tim dokter ahli bedah Kortex, dr Gigih Pramono, SpBS.

Untuk memulihkan gerakan wajah agar normal kembali, tim dokter ahli dari Kortex melakukan operasi di area batang otak Herlina menggunakan proses medis microvascular decompression (MVD) dengan teknik operasi lubang kunci. Melalui lubang kecil seukuran lubang kunci inilah tim dokter ahli Kortex memisahkan saraf nomor tujuh dengan memasang serabut teflon agar tidak lengket dengan pembuluh darah.

Operasi dilakukan dengan bantuan mikroskop khusus dan alat-alat monitoring di kamar operasi. Semua tindakan bisa disaksikan langsung di monitor TV oleh keluarga penderita dan juga bisa berdialog langsung dengan tim dokter (live surgery).

Waktu operasi jadi lebih pendek hanya 70 menit dan memperpendek waktu rawat inap di rumah sakit.

Selain itu, lewat live surgery ini berguna untuk memberikan informasi dan edukasi tambahan kepada masyarakat bahwa dokter-dokter di Indonesia sudah sangat ahli dan profesional dalam melaksanakan operasi bedah saraf dengan risiko sangat minim. "Juga untuk menghilangkan kesan di masyarakat bahwa melakukan operasi saraf itu sangat berbahaya," ujar pendiri Kortex, dr. Agus C Anab.

Operasi yang dilakukan hari ini

sekaligus untuk menandai soft opening pengubahan nama Comprehensive Brain and Spine (CBSC) Surabaya menjadi Kortex Comprehensive Brain and Spine (KBSC) dalam melayani penanganan dan penyembuhan gangguan pada otak, saraf, dan tulang belakang.

Comprehensive Brain and Spine telah melakukan operasi sebanyak 3.816 kali. Kasus yang ditangani antara lain Trigeminal Neuragia (nyeri gigi dan separuh wajah), Hemifacial Spasm(wajah merot), Spondilosis Leher (saraf terjepit leher), Spondylosis Pinggang (saraf terjepit pinggang), tumor otak, Stroke, dan lainnya.

Kortex juga akan mengembangkan platform layanan kesehatan untuk edukasi, pencegahan penyakit dan penyembuhan pasien. Platform standar ini akan menjadi landasan kerja sama dengan berbagai rumah sakit dan dokter ahli bedah saraf di seluruh Indonesia bahkan ke luarnegeri. "Saat ini Kortex sudah ada di Surabaya dan Malang," tegasnya.

Setelah soft opening, Kortex akan memperluas jaringan kerja sama dengan rumah sakit diseluruh Indonesia dan luar negeri. "Jika selama ini rumah sakit di Indonesia dijadikan mitra dengan menggunakan manajemen kesehatan dari luar negeri, sebaliknya Kortex akan menjalin kerja sama dengan rumah sakit di luar negeri menggunakan menejemen kesehatan dari Kortex," kata dr. ACA-sapaan akrab Agus C Anab.

Pasien yang dioperasi hari ini sudah menderita HFS selama lima tahun. Sebelum mendapat penanganan di RS National Hospital, ia pernah memeriksakan diri ke dokter di Papua dan Makassar. Dalam menjalani operasi kali ini, ia juga mendapatkan bantuan dari Komunitas HFS. (KS-5)