Hemifacial Spasm

Hemifacial Spasm atau HFS adalah penyakit neuromuskuler yang jarang terjadi yang ditandai dengan kontraksi otot tak teratur (spasme) di satu sisi (hemi-) wajah (-fasial). Otot-otot wajah dikendalikan oleh saraf wajah (saraf kranial ketujuh), yang berasal dari batang otak dan keluar dari tengkorak di bawah telinga di mana ia berpisah menjadi lima cabang utama.

tab-image

Penyakit ini mengambil dua bentuk: khas dan atipikal. Dalam bentuk khas, kedutan biasanya dimulai pada kelopak mata bawah pada otot orbicularis oculi. Seiring berjalannya waktu, ia menyebar ke seluruh tutupnya, kemudian ke otot orbicularis oris di sekitar bibir, dan otot buccinator di daerah tulang pipi. Proses membalikkan berkedut terjadi pada spasme hemifasial atipikal; berkedut dimulai pada otot orbicularis oris di sekitar bibir, dan otot buccinator di daerah tulang pipi di wajah bagian bawah, kemudian berlanjut ke otot orbicularis oculi di kelopak mata seiring berjalannya waktu. Bentuk yang paling umum adalah bentuk khas, dan bentuk atipikal hanya terlihat pada sekitar 2-3% pasien dengan kejang hemifacial. Insiden kejang hemifacial sekitar 0,8 per 100.000 orang.

Gangguan ini terjadi pada pria dan wanita, meskipun lebih sering menyerang wanita paruh baya atau lanjut usia. Kejang hemifacial jauh lebih umum pada beberapa populasi Asia. Ini mungkin disebabkan oleh cedera saraf wajah, tumor, atau mungkin tidak memiliki penyebab yang jelas. Individu dengan kejang di kedua sisi wajah sangat jarang.

Kedutan di mata kemudian turun ke pipi, bibir, dan mulut serta otot leher satu sisi

Spasme makin kuat bersifat spontan tidak bisa di kontrol baik saat diam, tidur, atau aktifitas. Spasme meningkat saat capek, stress, dan kelelahan

Ada saat dimana bebas spasme beberapa saat dan selalu muncul lagi

Tidak ditemukan kelainan organ atau penyakit selain di sekitar tubuh

Spasme tidak pernah sembuh dengan segala macam pengobatan

Kontak Dokter

Spondilosis Lumbal

Nyeri Pinggang dan Kaki

Semakin bertambah usia, tulang belakang khususnya pinggang mengalami proses degenerasi pada bantalan diskus yang diikuti gangguan stabilitas tulang pinggang, penebalan ligament, pengapuran tulang pingang dan penebalan sendi facet yang menyebabkan penyempitan rongga sumsum syaraf.

Proses degenerasi ini berjalan terus tanpa disadari karena berlangsung perlahan dan mebutuhkan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan gejala-gejala nyeri yang sangat mengganggu sampai kelemahan di kaki.

Keluhan meliputi :

Nyeri pinggang bawah , akibat beberapa tulang pinggang mengalami gangguan stabilitas

Nyeri menjalar sepanjang kaki hingga telapak kaki, rasa tebal dan kesemutan serta kesulitan menggerakkan kaki

Rasa berat dan lemas pada kaki saat berjalan agak jauh ataupun posisi duduk lama merasa kram, kadang merasa dingin dan tumpul di kaki

Gangguan fungsi sexual , kelumpuhan kaki dan tidak mampu berjalan bila semakin berat, gangguan buang air kecil dan buang air besar.


Dengan pemeriksaan yang lengkap dengan bantuan MRI 3 dimensi kemudian dianalisa di computer untuk memastikan diagnose dan menentukan perlu dan tidaknya operasi, hali ini tergantung beberapa hal:

Seberapa berat keluhan yang dirasakan

Jenis gejala dan keluhannya

Seberapa berat penjepitan sumsum saraf dan hasil foto MRI


Tidak semua Spondilosis Lumbal dilakukan operasi bila keluhan tidak berat dan tidak ditemukan kelainan yang membahayakan sumsum saraf maka dianjurkan fisioterapi, obat anti inflamasi dan latihan yang baik. Bila penekanan berat pada sumsum saraf dengan kelemahan tungkai dan kaki atau kehilangan kontrol buang air kecil, gangguan sexual, maka dilakukan operasi secepatnya untuk menghindari kerusakan dan kecacatan permanen.

OPERASI MICROSURGERY dengan bantuan mikroskop khusus serta alat pemindai di kamar operasi akan memudahkan jalannya operasi untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi pasca operasi.

Kontak Dokter

Trigeminal Neuralgia

Trigeminal neuralgia adalah rasa nyeri kronis akibat gangguan pada saraf trigeminal atau saraf kelima dari 12 pasang saraf yang berasal dari otak. Saraf ini terletak pada setiap sisi wajah dan memungkinkan seseorang dapat merasakan beragam sensasi pada wajah.

Sebagian besar rasa nyeri pada trigeminal neuralgia terjadi pada salah satu sisi wajah terutama wajah bagian bawah. Rasa nyeri tersebut terasa seperti nyeri menusuk atau tersengat listrik, yang berlangsung dari beberapa detik hingga sekitar dua menit. Serangan nyeri ini dapat muncul secara teratur selama beberapa hari hingga beberapa bulan. Namun pada kasus yang parah, rasa nyeri dapat muncul ratusan kali dalam satu hari.

tab-image

Kondisi ini umumnya dialami perempuan yang berusia 50 tahun ke . Meski trigeminal neuralgia sangat menyulitkan dan mengganggu kualitas hidup penderitanya, namun kasus ini dapat dikendalikan dengan pemberian obat, suntikan, atau operasi.

Gejala Trigeminal Neuralgia

Trigeminal neuralgia ditandai dengan rasa nyeri. Umumnya, nyeri akan muncul pada pipi, rahang, gusi, gigi, atau bibir. Rasa nyeri ini juga terkadang dapat terasa pada mata dan dahi. Penderita trigeminal neuralgia sering merasa nyeri pada salah satu sisi wajah, meski kondisi ini juga dapat muncul pada kedua sisi wajah walaupun hal ini jarang terjadi.

Rasa nyeri pada trigeminal neuralgia dapat berupa:

Terasa serupa dengan tersengat listrik, tegang atau kram. Setelah serangan nyeri hebat mereda, penderita masih dapat merasakan nyeri ringan atau seperti terasa terbakar.

Penderita dapat merasakan sakit pada satu area wajah atau menyebar ke seluruh wajah,

Rasa nyeri dapat terjadi secara spontan atau dipicu gerakan tertentu, seperti bicara, tersenyum, mengunyah, menggosok gigi, mencuci muka, sentuhan lembut pada wajah, berdandan atau bercukur, berciuman, udara dingin, serta getaran pada wajah saat berjalan atau saat di dalam kendaraan.

Serangan nyeri ini dapat berlangsung dari beberapa detik hingga beberapa menit, dan seiring waktu akan semakin sering terjadi serta lebih parah.

Penderita dapat merasakan serangan trigeminal neuralgia secara teratur dalam beberapa hari, minggu, atau bulan. Kendati demikian, rasa nyeri dapat menghilang sementara dan tidak kambuh selama beberapa bulan atau tahun.

Jika terjadi trigeminal neuralgia yang parah, penderita dapat merasakan serangan nyeri ini ratusan kali dalam waktu satu hari dan tidak berkurang.

Penyebab Trigeminal Neuralgia

Trigeminal neuralgia disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal. Saraf trigeminal yang tertekan pembuluh darah di sekitarnya diduga menjadi penyebab kondisi ini. Tekanan tersebut menimbulkan gangguan fungsi pada saraf trigerminal.

Trigeminal neuralgia pada beberapa kasus bisa disebabkan oleh kelainan pada otak akibat luka atau cedera, efek dari prosedur pembedahan, stroke, tumor yang menekan saraf trigeminal, atau trauma yang dialami oleh wajah.

Trigeminal neuralgia juga dapat terjadi akibat kelainan yang menyebabkan rusaknya selaput pelindung saraf bernama mielin, seperti pada penyakit multiple sclerosis, atau seiring proses penuaan.

Diagnosis Trigeminal Neuralgia

Guna melakukan diagnosis trigeminal neuralgia, dokter akan mengajukan pertanyaan mengenai riwayat penyakit, awal munculnya nyeri serta gejala yang yang dialami pasien.

Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama pemeriksaan kondisi saraf pada wajah. Pada pemeriksaan tersebut, dokter akan mengetahui lokasi tepatnya nyeri atau cabang saraf trigeminal yang terganggu. Pemeriksaan ini dapat ditunjang dengan tes refleks untuk memastikan nyeri tersebut disebabkan oleh trigeminal neuralgia.

Untuk mengetahui penyebab dari gangguan trigeminal neuralgia ini, tes pencitraan MRI pada kepala, baik dengan maupun tanpa penyuntikan zat pewarna khusus (kontras) ke dalam pembuluh darah. Dengan demikian, dokter dapat memastikan penyebab kondisi ini.

Pengobatan Trigeminal Neuralgia

Setelah pasien didiagnosis menderita trigeminal neuralgia, dokter akan menentukan tindakan pengobatan menurut kondisi dan penyebab kondisi pasien. Tujuan pengobatan adalah mengendalikan rasa nyeri yang dirasakan penderita. Di sisi lain, pasien akan diberi saran untuk sebisa mungkin menghindari pemicu serangan tersebut, agar nyeri tidak bertambah.

Penanganan awal trigeminal neuralgia dimulai dengan pemberian obat, yang bertujuan mengurangi atau menghalangi sinyal rasa nyeri yang dikirim ke otak. Beberapa jenis obat tersebut, antara lain:

Antikonvulsan, seperti carbamazepine, oxcarbazepine, lamotrigine, phenytoin, clonazepam, atau gabapentin. Obat antikonvulsan yang umumnya ditujukan untuk penyakit epilepsi, dapat diberikan untuk kasus ini dengan tujuan memperlambat impuls saraf sehingga mengurangi kemampuan saraf mengirimkan rasa nyeri ke otak. Obat ini perlu dikonsumsi secara teratur dan dapat dihentikan saat rasa nyeri mereda atau mengalami perbaikan. Dosis obat dapat ditingkatkan atau diganti jika obat tersebut sudah tidak efektif. Efek samping yang mungkin muncul adalah mual, pusing, linglung, dan kelelahan.

Suntikan botox atau botulinum toxin diduga dapat mengurangi rasa sakit yang tidak bisa ditangani dengan pemberian obat-obatan. Namun, metode ini masih perlu diteliti kembali.

Obat antispasmodik, yaitu golongan obat yang dapat melemaskan otot dan dapat digunakan bersama carbamazepine. Contoh golongan obat ini adalah baclofen. Efek samping yang mungkin muncul yaitu mual, kelelahan, dan linglung.

Metode lain untuk penanganan trigeminal neuralgia adalah operasi. Prosedur ini dapat dilakukan jika gejala tidak kunjung mereda atau muncul efek samping terus menerus dari konsumsi obat. Terdapat beberapa prosedur operasi yang bisa dilakukan untuk trigeminal neuralgia, antara lain:

Dekrompresi mikrovaskular (microvascular decompression). Melalui prosedur ini, pembuluh darah yang berhubungan dengan saraf trigeminal akan diangkat atau dipindahkan, kemudian sebuah bantalan akan ditempatkan di antara pembuluh darah dan saraf. Pada kasus tertentu, dokter dapat memotong pembuluh darah yang menekan saraf trigeminal jika memang diperlukan. Beberapa risiko dari prosedur ini, yaitu pendengaran menurun, kelumpuhan, baal pada wajah, atau stroke.

Bedah radiasi pisau gamma (gamma knife radiosurgery). Melalui prosedur ini, dokter akan memaparkan radiasi dalam dosis tertentu ke akar saraf trigeminal untuk merusaknya, sehingga dapat mengurangi rasa sakit. Prosedur ini dapat diulang jika rasa nyeri menyerang kembali.

Rhizotomy. Prosedur ini dilakukan dengan merusak serabut saraf guna menghambat rasa nyeri. Beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk merusak serabut saraf adalah penyuntikan gliserol steril pada ganglion saraf trigeminal untuk merusak saraf tigeminal (glycerol injection), mengembangkan balon melalui selang kateter di dasar tulang tengkorak (balloon compression), dan memasukkan jarum serta mengalirkannya dengan aliran listrik ringan pada dasar tulang tengkorak untuk merusak jaringan serat saraf (radiofrequency thermal lesioning). Meski dapat mengatasi rasa nyeri, ketiga prosedur ini berisiko menyebabkan wajah menjadi mati rasa atau terasa kebas, perdarahan dan memar pada wajah, gangguan mata dan pendengaran pada sisi lokasi tindakan, bahkan Namun, hal tersebut jarang terjadi.

Komplikasi Trigeminal Neuralgia

Penderita trigeminal neuralgia mungkin akan menemui kesulitan dalam menjalani kegiatan secara normal sehingga dapat memicu masalah kejiwaan, misalnya depresi. Dalam kondisi parah, penderita dapat sampai berpikir untuk bunuh diri.

Kontak Dokter

Tumor

Tumor adalah benjolan yang muncul akibat sel yang memperbanyak diri secara berlebihan, atau akibat sel lama yang seharusnya mati masih terus bertahan hidup, sementara pembentukan sel baru terus terjadi.

Tumor dapat terjadi di bagian tubuh mana pun, dan ada yang bersifat jinak maupun ganas. Yang dimaksud dengan tumor jinak adalah tumor yang tidak menyerang sel normal di sekitarnya dan tidak menyebar ke bagian tubuh lain. Sedangkan tumor ganas bersifat sebaliknya, dan disebut dengan kanker.

tab-image

Selain itu, di antara tumor jinak dan tumor ganas, ada jenis tumor yang dinamakan tumor prakanker. Tumor prakanker bukanlah kanker, tetapi dapat menjadi kanker bila tidak diobati.

Penyebab dan Faktor Risiko Tumor

Tumor terbentuk akibat ketidakseimbangan antara jumlah sel baru yang tumbuh dengan jumlah sel lama yang mati. Kondisi ini bisa terjadi bila sel baru terbentuk secara berlebihan, atau sel lama yang seharusnya mati tetap hidup.

Penyebab ketidakseimbangan tersebut dapat berbeda-beda pada setiap jenis tumor, namun umumnya penyebab belum diketahui secara pasti. Meski begitu, beberapa hal di bawah diduga berkaitan dengan tumbuhnya tumor:

Pola makan yang buruk, misalnya terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak.

Paparan sinar matahari

Infeksi virus atau bakteri, misalnya HPV, virus hepatitis, dan H. pylori

Konsumsi alkohol yang berlebihan

Paparan radiasi akibat tindakan medis, seperti foto Rontgen atau CT scan.

Konsumsi obat-obatan imunosupresif, misalnya setelah tindakan transplantasi organ.

Merokok

Paparan bahan kimia, misalnya arsen atau asbes.


Gejala Tumor

Gejala utama dari tumor adalah terbentuknya benjolan. Benjolan bisa terlihat dengan mudah dari luar, namun bisa juga tidak terlihat jika tumbuh pada organ dalam. Biasanya benjolan pada organ dalam baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter.

Selain benjolan, gejala lain yang dapat muncul akibat tumor tergantung pada lokasi, jenis, dan pengaruh tumor terhadap fungsi organ. Tumor yang tumbuh di organ dalam bisa tanpa gejala, bisa juga menimbulkan gejala berupa:

Demam

Lemas

Tidak nafsu makan

Berkeringat di malam hari

Nyeri dada

Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning, kemerahan, atau menjadi lebih gelap

Perdarahan atau memar yang tidak jelas sebabnya


Segera periksakan diri ke dokter bila muncul gejala-gejala di atas, karena bisa saja menandakan adanya tumor ganas di dalam tubuh.

Tumor yang nampak dari luar juga perlu Anda periksakan ke dokter, terutama jika bentuknya berubah atau ukurannya terus membesar.

Diagnosis Tumor

Dalam mendiagnosis suatu benjolan, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan untuk menentukan apakah benjolan tersebut jinak atau ganas. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi penelusuran gejala melalui tanya-jawab saat konsultasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang terdiri dari:

Tes urine atau tes darah, untuk mengidentifikasi kondisi yang tidak normal. Contohnya adalah pemeriksaan darah lengkap untuk melihat jumlah dan jenis sel darah yang mengalami gangguan pada penderita leukemia.

USG, CT scan, MRI, atau PET scan, untuk mengetahui lokasi, ukuran, dan penyebaran tumor.

Biopsi, yaitu pengambilan sampel jaringan tumor untuk diperiksa di laboratorium. Dari pemeriksaan ini, dapat diketahui jenis tumor dan apakah tumor bersifat ganas atau jinak.

Setelah mengetahui jenis, ukuran, letak, dan sifat tumor, dokter dapat menentukan penanganan yang tepat.

Pengobatan Tumor

Pengobatan tumor ditentukan berdasarkan jenis, ukuran, letak, serta jinak atau ganasnya tumor. Pada tumor jinak yang ukurannya kecil dan tidak menimbulkan gejala, penanganan tidak perlu dilakukan. Dokter hanya akan menganjurkan pemeriksaan berkala untuk memantau perkembangan tumor.

Jika tumor bersifat jinak, namun berukuran besar hingga menekan saraf, pembuluh darah, atau mengganggu fungsi organ, maka dokter akan melakukan tindakan untuk mengangkat tumor. Banyak metode yang bisa digunakan dokter untuk mengangkat tumor, mulai dari dari penggunaan sinar laser hingga tindakan operasi dengan sayatan pisau bedah.

Selain pengangkatan tumor, ada beberapa terapi untuk tumor yang dapat dilakukan oleh dokter onkologi, khususnya pada tumor ganas atau kanker, yaitu:

Kemoterapi. Terapi ini bertujuan untuk membunuh sel kanker, menggunakan obat-obatan.

Radioterapi. Terapi ini bertujuan untuk membunuh dan mencegah penyebaran sel kanker, serta mengurangi ukuran tumor, menggunakan sinar khusus berenergi tinggi.

Terapi hormon. Pertumbuhan beberapa jenis kanker, seperti kanker payudara atau kanker prostat, dapat dipengaruhi oleh suatu hormon. Menghambat produksi hormon tersebut dapat menghambat pertumbuhan sel kanker.

Imunoterapi atau terapi biologi. Terapi ini menggunakan obat-obatan yang memanfaatkan sistem kekebalan tubuh untuk memberantas sel kanker.

Kesembuhan penderita tumor tergantung dari jinak atau ganasnya tumor. Tumor jinak berpeluang lebih tinggi untuk sembuh setelah dilakukan penanganan, dibandingkan dengan tumor ganas. Peluang kesembuhan tumor ganas tergantung pada tingkat keganasan atau stadium kanker. Semakin tinggi stadium, terutama bila sudah menyebar ke organ lain (stadium 4), semakin sulit untuk disembuhkan.

Komplikasi akibat tumor, dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri, maupun oleh pengobatan yang diberikan. Komplikasi yang muncul tergantung pada jenis dan lokasi tumor, atau metode pengobatan yang dilakukan.

Pencegahan Tumor

Pencegahan tumor khususnya dilakukan untuk mencegah tumor yang bersifat ganas (kanker), karena dapat menyebabkan kematian. Sejak tahun 2015, Kementerian Kesehatan Indonesia terus mengajak masyarakat untuk mengurangi risiko timbulnya kanker dengan gerakan "CERDIK", yang merupakan singkatan dari:

Cek kesehatan secara berkala

Enyahkan asap rokok

Rajin aktivitas fisik

Diet sehat dengan kalori seimbang

Istirahat yang cukup

Kelola stres

Selain gerakan CERDIK, beberapa jenis kanker juga dapat dicegah dengan melakukan imunisasi. Kanker yang dimaksud adalah kanker hati yang dapat dicegah dengan vaksin hepatitis B, dan kanker serviks yang bisa dicegah dengan vaksin human papillomavirus (HPV).

Kontak Dokter